Selasa, 26 November 2013

Berbagi Ilmu Berbagi Pengamalan


Sekeping Logam Untuk Sang Penjelajah Bis
By : Junaidah
Setiap kali raga ini melintasi sepanjang jalan menuju kentingan kampus utama UNS. Ataupun ketika aku mudik ke kampung halaman. Setiap pulang dari solo ke purwodadi menaiki bus Rela. Ketika sampai di perempatan taman tirtonadi atau di rel masuk kota solo yang lebih dikenal dengan joglo. Setiap kali kumelintasi jalan itu selalu kutemui para pengamen jalan yang memetik senar ukulelenya demi mengaharapakna sekeping uang logam dari para penumpang bus. Seringkali tak satupun dari mereka yang memberikan sebagian rizkinya untuk para pengamen. Tidak perlu disalahkan untuk mereka. Ada alasan tersendiri bagi mereka tidak memiliki uang receh, memang benar-bearpelit, ataukah mereka tidak mau membiarkan para pengamen menggantungkan hidupnya dengan meminta-meminta melalui sarana bernyanyi dari satu bis ke bisa yang lain.
Akupun tak munafiq seringkali merasa risih dengan dandanan mereka yang kumuh ketika baru naik ke atas bis. Danadanan mereka yang kumel, rambutnya disemir gimbal, dengan baju yang compang-camping, bolong-bolong, serta kadang bau yang agak mengganggu. Namun, dibalik penampilannya terkadang ada yang membuat kita merasa terkagum dengan lagu yang dilantunkan. Suara mereka sangat bagus, dan musik yang dimainkannya cukup indah. Hal itu yang membuat aku terkagum.
Melihat fenomena di atas, seharusnya mereka yang memiliki bakat menyanyi diberikan hak yang sama dengan yang lain. Seharusnya mereka dikumpulkan dan diberikan pendidikan khusus tentang dunia musik. Mereka sama dengan yang lain yang berhak mendapatkan pendidikan di Indonesia. Seharusnya pemerintah memberikan kesempatan mereka untuk terus mengasah bakatnya lewat layanan yang diakui oleh pemerintah. Sehingga mereka tak berkeliaran dari satu bus ke bus yang lain.
Petikan ukulele sang pengamen, tabuhan kendang sang pengamen, petikan gitar sang pengamen jalanan, ataupun hanya lantunan suara dari mereka telah menjadi hiburan tersendiri bagi para penumpang bus. Dibalik aksi naik turunya di bus, kita tak pernah tau kehidupan mereka yang sebenarnya. Setragis yang kita bayangkan ataukah berbading terbalik dengan yag kita asumsikan. Terkadang sebagian penumpang yang gemes dengan adanya pengamen jalanan. Ada kalanya mereka pura-pura tidur ketika sang pengamen memutarkan bungkus plastiknya dari satu tempat duduk ke tempat duduk yang lain. Apresiasi terhadap penampilan  mereka masih rendah. Masyarakat masih bersifat egois dengan rizkinya yang telah diberikan kepada Allah. Seperti hal yang telah saya ungkapkan di atas, setiap orang mempunyai prinsip tersendiri dalam mengahadapi pengamen jalanan. Namun, yang terpenting bagiku tetaplah berbagi rizki dengan makhluk Allah yang lain. Tidak ada salahnya jika kita sedikit meluangkan sebagian rizki kita untuk yang lain walaupun hanya sekeping gopek. Dengan seperti itu, kita berharap dapat membantu mereka untuk sekedar mencari sesuap nasi dengan cara naik turun bus.
Semoga Bermanfaat dan menjadi renungan bagi kita semua.