Ahad, 23 Februari 2014
Sebentar lagi pemilu sebagai pesta
demokrasi akan berlangsung untuk kesekian
kalinya di negeri ini. Pada tahun ini pemerintah akan
menyelenggarakan pemilihan umum yang meliputi pemilhan anggota legislatif baik
tingkat kabupaten, daerah dan nasional. Setelah pemilihan anggota legislatif,
akan dilanjutkan dengan pemilihan pemimpin presiden dan wakil presiden.
Menjelang
pemilihan umum yang akan diselenggarakan bulan April nanti, jalan-jalan kini
dipenuhi oleh gambar baliho, spanduk, poster, gambar dll. Selain media cetak,
televisi dan dunia maya juga menjadi sebagai sarana untuk kampanye melalui
iklan-iklan untuk menarik hati rakyat. Iklim politik mulai menempati posisi
strategis bagi masyarakat. Suara-suara kaum politik mulai sontar terdengar
hingga rakyat kecil. Baik mereka yang langsung terjun langsung atau istilah
sekarang “blusukan” ataupun yang
hanya sekedar memasang visi misi melalui spanduk. Berbagai startegi ditempuh
untuk mengambil hati suara rakyat agar menyumbangkan suara mereka untuknya.
Tulisan visi misi memenuhi gambar beserta janji-jani. Menjanjikan seputar
penyelesaian permasalahan rakyat meliputi berbagai bidang kehidupan.
Selain
dari golongan kaum dengan latar belakang politik, bursa pencalonan anggota
legislatif juga diramaikan oleh sederet orang-orang berlatar belakang
berbeda-beda antara lain : mulai dari kalangan Artis, kalangan Akademis,
kalangan Teknokrat, Pengusaha, Santri, Penyanyi, Pedagang, dan rakyat
biasa. Diantara calon anggota legislatif
tersebut, dapat kita jumpai calon legislatif yang berlabel kaum pondokan
(Santri). Baik mereka diusung oleh partai Islam maupun partai umum. Mereka
serta merta ikut memeriahkan burasa calon anggota legislatif negeri ini.
Ketika
mendengar kata “Santri/Kaum bersarung” hal yang teringat di benak kita pasti
tentang kaum yang bersarung, berpeci, berjenggot tebal, berkalung tasbih,
bertumpuk-tumpuk kitab dll. Rutinitas
yang setiap hari dijalani seperti ngaji kitab, ro’an, baca Al-qur’an, kegiatan
keagamaan, membantu kiyai dll. Kaum yang masih sering sering didekte sebagai
otak dari praktik teroris yang melanda negeri ini. Kaum yang terkenal dengan
kedalaman agama serta teguh berpendirian aqidahnya. Kaum yang dikenal dengan
keshalihannya. Sejauh yang telah kita ketahui para Santri sering dianggap
sebagai kaum yang hanya berkutat tentang keagamaan dan urusan syar’i. Namun, seiring
perkembangan zaman kaum Santri mulai menempati posisi penting di negeri ini. Mereka
tak lagi hanya mementingkan urusan agama tetapi juga ikut memikirkan negeri ini
melalui politik.
Bagaimanakah
kemampuan mereka ? akankah mereka bisa sinergis dengan kaum dari kalangan lain
? Banyak dari masyarakat yang memandang kurang sreg mengenai para calon anggota
legislatif yang berlatar belakang pondok. Mungkinkah karena minimnya pengalaman
tentang dunia politik atau ada alasan lain yang membuat mereka tak menyukai
kaum bersarung dalam dunia politik. Bisa jadi mereka telah terbiasa
mempercayakan negeri ini bagi kaum dengan berlatar belakang politik. Sebegitu
rendahkan persepsi masyarakat tentang keikutsertaan kaum santri dalam bidang
politik. Melihat berbagai rentetan permasalahan yang menyangkut para politisi
tak lagi menjadi prioritas utama untuk mendominasikan kaum politik. Belum tentu
yang berbasic politik bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Tetapi tidak
menuntut kemungkinan kaum Santri juga belum bisa maksimal untuk bekerja demi
rakyat.
Semua
masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk ikut serta memperjuangkan
atas nama rakyat. Begitu juga kaum Santri, mereka juga memiliki hak yang sama
dengan kalangan lain yang memperjuangkan kehidupan politik demi rakyat.
Walaupun latar belakang mereka dari kaum agamawan, tidak menuntup kemungkinan
mereka lebih bisa memperjuangkan rakyat. Dari
segi kualitas agama, mereka memiliki bekal dari segi agama yang matang.
Pembelajaran dan pendidikan selama di pondok mungkin bisa dijadikan acuan untuk
memperkuat keimanan dan pengembangan diri. Dari
segi moral, kebiasaan pendok telah mendidik mereka menjadi insan yang
mengerjakan sesuatu tanpa pamrih ikhlasa dan tulus demi mengharapkan ridha
Allah swt. Dari segi motif,
keikutsertaan mereka dalam bidang politik bukan hanya sekedar untuk mengejar
kekuasaan, mengejar setumpuk materi untuk memperkaya diri, tetapi lebih kepada memperjuangkan kepentingan
rakyat dan mensejahterakan ummat (habblumminannas)
berharap semata-mata mengharapkan ridha Allah swt. Bukankah dalam Islam telah
telah mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberikan
manfaat bagi manusia lain. Dari segi kualitas
kepemimpinan, setiap manusia memiliki citra kepemimpinan sendiri tetapi
tidak menutup kemungkinkan untuk meneladani kepemimpinan orang-orang hebat yang
telah berhasil dalam memperjuangkan rakyat. Dalam Islam banyak tokoh yang
menjadi teladan tentang kepemimpinan antara lain : Nabi Muhammad, Umar bin
Khattab, Umar bin Abdul Aziz dan masih banyak lagi. Beliau telah berhasil
menggunakan kesempatan menjadi pemimpin untuk sepenuhnya bekerja untuk rakyat.
Mereka mampu membawa peradaban islam menjadi gemilang pada masa itu. Hal
tersebut dapat dijadikan teladan oleh para kaum santri yang ikut serta dalam
bidang politik. Seperti sebuah petikan hadis, “Kullukum raain wakullukum mas’ullin ‘an ro’iyyatihi”. Setiap
pemimpin akan dimintai pertanggungjwaban atas kepemimpinannya. Aktivis politik santri harus bisa menjadikan dirinya
sebagai wajah Islam dalam dunia politik seperti model uswatun hasanah Nabi
Muhammad saw dalam menyebarkan kebagusan Islam.
Bangsa
Indonesia kini sedang dilanda oleh rasa pesimistis. Merasa sudah tak ada lagi
pemimpin-pemimpin yang bekerja sepenuhnya untuk memperjuangkan rakyat. Tidak
ada pemimpin yang negarawan. Permasalahan korupsi telah menyelinap di segala
bidang dan telah masuk dalam kalangan kementrian agama. Kementrian Agama yang
diyakini sebagai lembaga yang didominasi oleh kaum agamawanpun telah terjangkit
virus korupsi. Jika masih memikirkan tentang adanya kaum agamawan yang terlibat
dalam kasus korupsi. Tidak mengurungkan niat para Santri untuk ketakutan
kehilangan citra dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Anis Baswedan
dalam acara Mata Najwa Onstage di UNS 14 Desember 2013 ketika ditanya tentang
kondisi pemerintahan indonesia minim pemimpin yang negarawan “ walaupun banyak yang terlibat dengan
permasalahan, kita masih memiliki generasi yang peduli genarasi yang mampu
mengatasi permasalahan di Indonesia, generasi yang sekarang sedang
mempersiapkan diri untuk masa depan Indonesia baik dari kalangan intelektual
maupun yang agamawan ” dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan terkait
dengan kaum agamawan yang terlibat dengan kasus korupsi di negeri ini, di sisi
lain masih banyak potensi orang-orang di pelosok negeri yang bisa memberikan
solusi atas permasalahan di negeri ini.
Apapun
latar belakangnya semua masyarakat di Indonesia memiliki hak yang sama untuk
turut ikut serta dalam dunia perpolitikan. Santripun sebagai bagian dari
golongan di negeri ini memiliki peran yang sama untuk ikut memperjuangkan
rakyat. Tidak perlu minder dengan status, toh juga Allah menciptakan makhluknya
di bumi dengan kesempatan yang sama. Tentang kemahiran atau kecerdasan menurut
saya hanya akan bergantung tentang pengalaman mereka dalam mengikuti
perkembangan perpolitikan negeri ini. tentang bagaimana mereka mampu membawa
diri dengan jiwa kepemimpinannya. Semoga sistem perpolitikan Indonesia diemban
oleh orang-orang yang benar-benar tulus untuk memperjuangkan rakyat. Sistem
politik yang bersih dan merakyat yang mampu membawa rakyat menuju
kesejahteraan. J
J J J