Jumat, 05 September 2014

Politik Bagi Kaum Bersarung


Ahad, 23 Februari 2014

Sebentar lagi pemilu sebagai pesta demokrasi akan berlangsung untuk kesekian  kalinya di negeri ini. Pada tahun ini pemerintah akan menyelenggarakan pemilihan umum yang meliputi pemilhan anggota legislatif baik tingkat kabupaten, daerah dan nasional. Setelah pemilihan anggota legislatif, akan dilanjutkan dengan pemilihan pemimpin  presiden dan wakil presiden.
Menjelang pemilihan umum yang akan diselenggarakan bulan April nanti, jalan-jalan kini dipenuhi oleh gambar baliho, spanduk, poster, gambar dll. Selain media cetak, televisi dan dunia maya juga menjadi sebagai sarana untuk kampanye melalui iklan-iklan untuk menarik hati rakyat. Iklim politik mulai menempati posisi strategis bagi masyarakat. Suara-suara kaum politik mulai sontar terdengar hingga rakyat kecil. Baik mereka yang langsung terjun langsung atau istilah sekarang “blusukan” ataupun yang hanya sekedar memasang visi misi melalui spanduk. Berbagai startegi ditempuh untuk mengambil hati suara rakyat agar menyumbangkan suara mereka untuknya. Tulisan visi misi memenuhi gambar beserta janji-jani. Menjanjikan seputar penyelesaian permasalahan rakyat meliputi berbagai bidang kehidupan.
Selain dari golongan kaum dengan latar belakang politik, bursa pencalonan anggota legislatif juga diramaikan oleh sederet orang-orang berlatar belakang berbeda-beda antara lain : mulai dari kalangan Artis, kalangan Akademis, kalangan Teknokrat, Pengusaha, Santri, Penyanyi, Pedagang, dan rakyat biasa.  Diantara calon anggota legislatif tersebut, dapat kita jumpai calon legislatif yang berlabel kaum pondokan (Santri). Baik mereka diusung oleh partai Islam maupun partai umum. Mereka serta merta ikut memeriahkan burasa calon anggota legislatif negeri ini.
Ketika mendengar kata “Santri/Kaum bersarung” hal yang teringat di benak kita pasti tentang kaum yang bersarung, berpeci, berjenggot tebal, berkalung tasbih, bertumpuk-tumpuk kitab dll.  Rutinitas yang setiap hari dijalani seperti ngaji kitab, ro’an, baca Al-qur’an, kegiatan keagamaan, membantu kiyai dll. Kaum yang masih sering sering didekte sebagai otak dari praktik teroris yang melanda negeri ini. Kaum yang terkenal dengan kedalaman agama serta teguh berpendirian aqidahnya. Kaum yang dikenal dengan keshalihannya. Sejauh yang telah kita ketahui para Santri sering dianggap sebagai kaum yang hanya berkutat tentang keagamaan dan urusan syar’i. Namun, seiring perkembangan zaman kaum Santri mulai menempati posisi penting di negeri ini. Mereka tak lagi hanya mementingkan urusan agama tetapi juga ikut memikirkan negeri ini melalui politik.
Bagaimanakah kemampuan mereka ? akankah mereka bisa sinergis dengan kaum dari kalangan lain ? Banyak dari masyarakat yang memandang kurang sreg mengenai para calon anggota legislatif yang berlatar belakang pondok. Mungkinkah karena minimnya pengalaman tentang dunia politik atau ada alasan lain yang membuat mereka tak menyukai kaum bersarung dalam dunia politik. Bisa jadi mereka telah terbiasa mempercayakan negeri ini bagi kaum dengan berlatar belakang politik. Sebegitu rendahkan persepsi masyarakat tentang keikutsertaan kaum santri dalam bidang politik. Melihat berbagai rentetan permasalahan yang menyangkut para politisi tak lagi menjadi prioritas utama untuk mendominasikan kaum politik. Belum tentu yang berbasic politik bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Tetapi tidak menuntut kemungkinan kaum Santri juga belum bisa maksimal untuk bekerja demi rakyat.
Semua masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk ikut serta memperjuangkan atas nama rakyat. Begitu juga kaum Santri, mereka juga memiliki hak yang sama dengan kalangan lain yang memperjuangkan kehidupan politik demi rakyat. Walaupun latar belakang mereka dari kaum agamawan, tidak menuntup kemungkinan mereka lebih bisa memperjuangkan rakyat. Dari segi kualitas agama, mereka memiliki bekal dari segi agama yang matang. Pembelajaran dan pendidikan selama di pondok mungkin bisa dijadikan acuan untuk memperkuat keimanan dan pengembangan diri. Dari segi moral, kebiasaan pendok telah mendidik mereka menjadi insan yang mengerjakan sesuatu tanpa pamrih ikhlasa dan tulus demi mengharapkan ridha Allah swt. Dari segi motif, keikutsertaan mereka dalam bidang politik bukan hanya sekedar untuk mengejar kekuasaan, mengejar setumpuk materi untuk memperkaya diri,  tetapi lebih kepada memperjuangkan kepentingan rakyat dan mensejahterakan ummat (habblumminannas) berharap semata-mata mengharapkan ridha Allah swt. Bukankah dalam Islam telah telah mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberikan manfaat bagi manusia lain. Dari segi kualitas kepemimpinan, setiap manusia memiliki citra kepemimpinan sendiri tetapi tidak menutup kemungkinkan untuk meneladani kepemimpinan orang-orang hebat yang telah berhasil dalam memperjuangkan rakyat. Dalam Islam banyak tokoh yang menjadi teladan tentang kepemimpinan antara lain : Nabi Muhammad, Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz dan masih banyak lagi. Beliau telah berhasil menggunakan kesempatan menjadi pemimpin untuk sepenuhnya bekerja untuk rakyat. Mereka mampu membawa peradaban islam menjadi gemilang pada masa itu. Hal tersebut dapat dijadikan teladan oleh para kaum santri yang ikut serta dalam bidang politik. Seperti sebuah petikan hadis, “Kullukum raain wakullukum mas’ullin ‘an ro’iyyatihi”. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjwaban atas kepemimpinannya. Aktivis politik santri harus bisa menjadikan dirinya sebagai wajah Islam dalam dunia politik seperti model uswatun hasanah Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan kebagusan Islam.
Bangsa Indonesia kini sedang dilanda oleh rasa pesimistis. Merasa sudah tak ada lagi pemimpin-pemimpin yang bekerja sepenuhnya untuk memperjuangkan rakyat. Tidak ada pemimpin yang negarawan. Permasalahan korupsi telah menyelinap di segala bidang dan telah masuk dalam kalangan kementrian agama. Kementrian Agama yang diyakini sebagai lembaga yang didominasi oleh kaum agamawanpun telah terjangkit virus korupsi. Jika masih memikirkan tentang adanya kaum agamawan yang terlibat dalam kasus korupsi. Tidak mengurungkan niat para Santri untuk ketakutan kehilangan citra dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Anis Baswedan dalam acara Mata Najwa Onstage di UNS 14 Desember 2013 ketika ditanya tentang kondisi pemerintahan indonesia minim pemimpin yang negarawan “ walaupun banyak yang terlibat dengan permasalahan, kita masih memiliki generasi yang peduli genarasi yang mampu mengatasi permasalahan di Indonesia, generasi yang sekarang sedang mempersiapkan diri untuk masa depan Indonesia baik dari kalangan intelektual maupun yang agamawan ” dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan terkait dengan kaum agamawan yang terlibat dengan kasus korupsi di negeri ini, di sisi lain masih banyak potensi orang-orang di pelosok negeri yang bisa memberikan solusi atas permasalahan di negeri ini.
Apapun latar belakangnya semua masyarakat di Indonesia memiliki hak yang sama untuk turut ikut serta dalam dunia perpolitikan. Santripun sebagai bagian dari golongan di negeri ini memiliki peran yang sama untuk ikut memperjuangkan rakyat. Tidak perlu minder dengan status, toh juga Allah menciptakan makhluknya di bumi dengan kesempatan yang sama. Tentang kemahiran atau kecerdasan menurut saya hanya akan bergantung tentang pengalaman mereka dalam mengikuti perkembangan perpolitikan negeri ini. tentang bagaimana mereka mampu membawa diri dengan jiwa kepemimpinannya. Semoga sistem perpolitikan Indonesia diemban oleh orang-orang yang benar-benar tulus untuk memperjuangkan rakyat. Sistem politik yang bersih dan merakyat yang mampu membawa rakyat menuju kesejahteraan. J J J J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar